Raja Ampat, SenayanTalks – Tumbuhnya usaha penginapan lokal (homestay) di lokasi wisata favorit ternyata belum dibarengi dengan kemampuan finansial maupun kualitas layanan homestay bagi wisatawan. Temuan ini mendorong Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk memberikan pelatihan kepada pelaku desa wisata dan pengelola homestay agar usahanya terus berkembang dan dapat bersaing dengan hotel berbintang.
“Tahun ini melalui program Pengabdian Kepada Masyarakat, ITB memberikan pelatihan kepada pelaku industri homestay di kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, dengan penekanan pada kesiapan akses permodalan dan penguatan desain interior rumah singgah,” kata Ketua Tim Pengabadian Masyarakat ITB Dr. Isti Raafaldini Mirzanti.
Tercatat 35 orang pelaku industri homestay di Desa Friwen, Waigo Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, mengikuti pelatihan pengembangan kapasitas destinasi wisata yang diselenggarakan pada Senin, 23 Juni 2025. Pelatihan langsung disampaikan dosen-dosen ITB yang berasal dari Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) dan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) dengan materi pelatihan meliputi Kokreasi Desain Interior yang berkarakter, Pembuatan Pitch Deck untuk Kesiapan Investasi, dan Penyusunan Laporan Keuangan Terstandar.
“Kolaborasi antara universitas dan komunitas lokal menjadi fondasi penting dalam menciptakan proses penciptaan nilai (value creation) yang relevan dan berkelanjutan. Kami percaya, ketika ilmu pengetahuan diterapkan langsung di lapangan, hasilnya tidak hanya berdampak akademis, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat,” ungkap Isti.
Program ini juga mengedepankan penguatan kapasitas bisnis dan literasi keuangan masyarakat sebagai elemen kunci pengembangan usaha. Sonny Rustiadi, Ph.D., pakar bisnis dari ITB, menyatakan bahwa literasi keuangan adalah prasyarat agar usaha masyarakat tidak hanya bertahan, tetapi juga layak untuk mendapatkan pendanaan dari investor. Dengan pendekatan ini, pelaku usaha dapat menyusun rencana bisnis yang sehat dan visioner.
Dari sisi desain, Dr. Yuni Maharani, pakar desain interior dari ITB, menekankan pentingnya identitas yang kuat untuk membedakan homestay lokal di pasar wisata yang kompetitif.
“Homestay bukan sekadar tempat menginap. Ia membawa cerita, identitas, dan karakter lokal. Ketika elemen-elemen ini disusun dengan baik melalui desain, maka daya tarik homestay akan meningkat drastis di mata wisatawan,” jelasnya.
Zartikazahra Nurulfiqri, anggota Tim Pengabdian Masyarakat ITB, menjelaskan bahwa konten pelatihan disusun berdasarkan kurikulum yang dirancang oleh Dr. Yuni Maharani dengan metode partisipatif melalui media flash card dan canvas. Metode ini terbukti mampu membangun antusiasme serta keterlibatan masyarakat secara aktif.
“Kami berharap program ini bisa menjadi inisiatif berkelanjutan bagi masyarakat Desa Friwen, dimulai dari sektor pariwisata, dan nantinya metode serupa bisa diterapkan di sektor-sektor pendukung lainnya dalam ekosistem ekonomi desa,” ujar Zulfikar Rifan, anggota tim lainnya.
Bantu ekonomi desa
Salah satu peserta terbaik dalam program ini adalah Sherly, pemilik Friwen Star Homestay, yang dikenal aktif dan antusias sepanjang kegiatan berlangsung. Ia mengaku mendapatkan banyak wawasan baru mengenai pentingnya identitas homestay dan standar layanan. Materi pelatihan dari dosen-dosen ITB akan segera diterapkan guna meningkatkan kualitas layanan dan tampilan penginapan miliknya agar lebih menarik bagi wisatawan yang datang.
Program ini juga mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat. Insemina Wawiyai, Kepala Kampung Friwen mengatakan program ini bukan hanya mendukung homestay yang sudah berjalan, tetapi juga menjadi pemicu bagi anak-anak muda kampung untuk berani berwirausaha.
“Kami bukan hanya diajarkan sebagai penyedia penginapan, tapi juga penyedia sayuran, pemandu wisata, dan pencipta aktivitas menarik yang bisa dijual kepada wisatawan,” ungkap Insemina.
Dengan kunjungan wisatawan di Raja Ampat yang meningkat pesat sejak 2022, ITB berharap program ini dapat menjadi model pengembangan ekonomi desa berbasis potensi lokal yang dapat direplikasi di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) lainnya di Indonesia. Ke depan, program ini juga akan mengadopsi pendekatan matchmaking investor seperti Bandung Pitching Day untuk mempertemukan pelaku usaha lokal dengan calon investor potensial.
Baca juga :
SBM ITB Bekali UMKM Bandung Strategi Branding
Berburu Gadget dan Makan di Senayan Trade Center