Search
Close this search box.

Pengendalian Rokok di Indonesia Tertinggal, IYCTC Desak Implementasi Tegas Jelang Hari Anak Nasional 2025

Jakarta, SenayanTalks — Menjelang peringatan Hari Anak Nasional pada 23 Juli, kritik keras dilontarkan terhadap lambannya langkah Indonesia dalam pengendalian tembakau. Dalam konferensi pers bertajuk “Ditawan Industri Rokok: Negara Lain Sudah Sprint, Kemenkes Masih Stretching”, Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) menyoroti ketertinggalan Indonesia dibanding negara lain dalam melindungi masyarakat, khususnya generasi muda, dari bahaya rokok dan nikotin generasi baru.

Padahal, negara-negara lain sudah melangkah cepat pasca World Conference on Tobacco Control (WCTC) 2025 di Dublin, dengan membahas pengawasan digital hingga pengendalian produk nikotin generasi ketiga. Sementara itu, Indonesia masih berkutat pada pelaksanaan aturan dasar seperti PP 109/2012 dan PP 28/2024.

“Kita masih berkutat di penegakan aturan dasar, padahal negara lain sudah bicara tentang inovasi pembiayaan dan penguatan regulasi digital,” ujar dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur P2PTM Kementerian Kesehatan RI.

Regulasi lambat

Ketua IYCTC, Manik Marganamahendra, menegaskan bahwa industri rokok semakin canggih dalam menargetkan anak muda melalui konten digital, acara musik, hingga jersey komunitas. Ia mendesak Menteri Kesehatan untuk berani bersikap dan segera menegakkan regulasi yang ada.

“Kalau industri punya menteri perindustrian, petani punya menteri pertanian, maka sudah semestinya menteri kesehatan bicara atas nama kesehatan, bukan kompromi dengan industri,” kata Manik.

Beladenta Amalia, dari CISDI, membandingkan langkah Indonesia dengan negara lain. Brasil dan Vietnam, kata dia, sudah menaikkan cukai dan menggunakan hasilnya untuk membiayai pengendalian tembakau. Sementara Indonesia masih debat soal perlu tidaknya kenaikan cukai.

“Brazil sudah ratifikasi FCTC, Vietnam bahkan menarik pajak tambahan untuk pendanaan kesehatan. Indonesia masih berkutat soal dasar,” ujarnya.

Ketua Udayana Central, dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, mengusulkan agar Indonesia segera menerapkan plain packaging atau kemasan polos pada produk tembakau. Menurutnya, peringatan bergambar akan lebih efektif tanpa gangguan visual dari merek.

“Pesan kesehatan akan lebih kuat jika dikemas tanpa elemen promosi,” tegasnya.

Shoim Shariati, Ketua Yayasan KAKAK, menekankan pentingnya dukungan kepala daerah dalam keberhasilan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Ia juga menyoroti pentingnya larangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok di tingkat lokal.

“Daerah dengan implementasi KTR yang kuat harus dijadikan role model nasional,” katanya.

Konferensi pers ini ditutup dengan pembacaan Manifesto Pengendalian Tembakau 2025: Rekomendasi Indonesia Pasca WCTC, yang menuntut:

  • Percepatan implementasi PP 109/2012 dan PP 28/2024,
  • Kenaikan cukai rokok secara progresif,
  • Penerapan larangan total iklan dan sponsor rokok,
  • Penguatan peringatan kesehatan dengan plain packaging,
  • Perlindungan anak dan remaja dari pengaruh industri rokok.

Baca juga :
Standarisasi Kemasan Rokok Bukan Pemicu Maraknya Rokok Ilegal
Berburu Gadget dan Makan di Senayan Trade Center

Artikel Terkait