Search
Close this search box.

Pencemaran Plastik Ancam Mangrove di Surabaya, ECOTON Desak Tanggung Jawab Produsen

Surabaya, SenayanTalks – Peringatan Hari Mangrove Sedunia tahun ini menjadi momen refleksi terhadap ancaman serius pencemaran plastik terhadap ekosistem pesisir Indonesia. Kawasan mangrove di Pantai Wonorejo, Surabaya, ditemukan dalam kondisi memprihatinkan, dengan akar dan batang pohon terlilit limbah plastik yang sulit dibersihkan.

Kegiatan aksi bersih mangrove ini digagas oleh ECOTON, River Warrior Indonesia, No Waste Surabaya, dan Marapaima (relawan mahasiswa peduli sungai), yang melibatkan lebih dari 30 relawan termasuk mahasiswa Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Malang dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Aksi ini berlangsung selama dua hari, 26–27 Juli 2025, mencakup pembersihan limbah plastik dan brand audit untuk mengidentifikasi perusahaan pencemar.

“Limbah plastik sudah menyatu dengan tubuh mangrove, menyebabkan pertumbuhan terganggu dan bahkan kematian pohon. Ini membahayakan seluruh ekosistem pesisir,” kata Aeshnina Azzahra alias Captain River Warrior, aktivis muda lingkungan dari ECOTON.

Hasil audit ECOTON menunjukkan limbah plastik yang membelit mangrove di kawasan Wonorejo didominasi plastik sekali pakai, termasuk tas kresek, sedotan, dan styrofoam. Dari total sampah, 55% tidak bermerek, sementara sisanya berasal dari produsen besar: Unilever (15%), Wings (10%), Indofood (8%), Mayora (7%), dan Garuda Food (5%).

“Produksi plastik sekali pakai terus meningkat, sementara infrastruktur daur ulang tertinggal jauh. Daur ulang bukan solusi nyata jika konsumsi plastik tidak ditekan,” ujar Alaika Rahmatullah, Koordinator Audit Sampah ECOTON.

Temuan terbaru dari ECOTON di kawasan hulu Sungai Brantas di Sumber Mendit, Malang, mengonfirmasi bahwa sungai ini menjadi jalur utama penghantar limbah plastik ke pesisir timur Surabaya. Sungai Brantas disebut sebagai “jalan tol” limbah plastik yang membahayakan mangrove.

“Sungai Brantas bukan hanya tercemar, tetapi telah menjadi saluran distribusi sampah plastik dari hulu ke hilir,” tegas Alaika.

Selain merusak lingkungan, limbah plastik yang terurai menjadi mikroplastik juga mencemari rantai makanan laut. Mikroplastik telah ditemukan di darah dan plasenta manusia. Menurut Meylisa Rheinia Lumintang, mahasiswa Kelautan Universitas Brawijaya, paparan jangka panjang mikroplastik dapat menyebabkan gangguan hormonal, imunitas, hingga risiko neurologis.

Dalam dua hari aksi, para relawan berhasil membersihkan 800 kilogram sampah plastik dari akar dan batang mangrove di Surabaya dan Gresik. Mereka juga mengangkat limbah plastik dari bantaran Sungai Brantas di Malang.

ECOTON dan para relawan mengajukan lima tuntutan kepada pemerintah dan industri:

  1. Pemasangan Barikade Laut di pesisir Surabaya untuk mencegah masuknya limbah plastik ke hutan mangrove.
  2. Penguatan Pengelolaan Sampah di DAS Brantas oleh BBWS Brantas, Jasa Tirta I, dan pemerintah daerah.
  3. Larangan Plastik Sekali Pakai seperti kresek, sedotan, styrofoam, dan sachet multilapis di Jawa Timur.
  4. Kolaborasi Pemerintah–Komunitas–Produsen dalam program pengurangan plastik.
  5. Penerapan Ketat Prinsip Extended Producer Responsibility (EPR) untuk memastikan produsen bertanggung jawab atas sampahnya.

Baca juga :
Bank Sampah Abhipraya, Inovasi Hijau Tingkatkan Ekonomi Warga Cilacap
Tolak Proyek Geotermal Gunung Gede-Pangrango! Warga Khawatir Ekosistem Rusak dan Kualitas Udara Buruk

Artikel Terkait