Jakarta, SenayanTalks – Pemerintahan Presiden Prabowo menetapkan hilirisasi sebagai strategi utama dalam mencapai target Indonesia Emas 2045, termasuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Program hilirisasi ini mencakup 8 sektor dan 28 komoditas hingga 2040, dengan proyeksi investasi senilai 618 miliar dolar AS, peningkatan ekspor sebesar 857,9 miliar dolar AS, tambahan PDB 235,9 miliar dolar AS, serta penciptaan lebih dari 3 juta lapangan kerja baru.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menegaskan bahwa khusus untuk sektor migas, praktik hilirisasi sebenarnya sudah berlangsung lama.
“Keberadaan kilang minyak dan gas sejak masa kolonial Belanda merupakan bentuk awal hilirisasi migas di Indonesia. Minyak mentah dan gas yang diproduksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah lama diolah menjadi berbagai produk seperti BBM, BBG, LPG, pupuk, hingga petrokimia,” jelas Komaidi di Jakarta, Selasa (19/8).
Menurut Komaidi, hilirisasi migas memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena tiga hal utama yaitu memberikan efek berganda (multiplier effect) signifikan yang berkontribusi langsung pada pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Kedua, hilirisasi migas yang sudah berjalan baik melalui industri kilang migas dan industri terkait mendorong permintaan di sisi hulu (pemasok input) maupun hilir (pengguna output). Ketiga, hilirisasi migas memiliki keterkaitan lintas sektor yang luas, memperkuat struktur ekonomi nasional.

Berdasarkan analisis Input-Output (IO) 2016, terdapat sedikitnya 12 sektor ekonomi yang menggunakan output dari sektor pertambangan minyak dan gas bumi. Tiga sektor utama yang paling besar menyerap input migas adalah yaitu Sektor 95 (Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas), Sektor 96 (Kimia Dasar Kecuali Pupuk), dan Sektor 97 (Pupuk).
Komaidi menambahkan dalam 10 tahun terakhir, tiga sektor tersebut mencatat nilai tambah ekonomi sebesar Rp 17.671 triliun. Rinciannya: Rp 6.508 triliun pada sektor 95, Rp 6.802 triliun pada sektor 96, dan Rp 4.361 triliun pada sektor 97.
Indeks keterkaitan (backward linkage dan forward linkage) dari ketiga sektor tercatat berada di atas rata-rata. Data IO 2016 menunjukkan bahwa sektor 95 memiliki backward linkage 0,91 dan forward linkage 3,70. Adapun sektor 96 memiliki backward linkage 1,10 dan forward linkage 5,66, dan sektor 97 memiliki backward linkage 1,06 dan forward linkage 1,92.
Dari sisi multiplier effect, hasil analisis juga menunjukkan nilai yang tinggi: 7,18 untuk sektor 95, 7,53 untuk sektor 96, dan 4,73 untuk sektor 97.
“Dengan nilai indeks tersebut, ketiganya tergolong sebagai sektor dengan multiplier effect kuat yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Komaidi.
Temuan ini, jelas Komaidi, selaras dengan harapan pemerintah bahwa hilirisasi migas dan komoditas lainnya tidak hanya mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8 persen, tetapi juga memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus menciptakan kesejahteraan lebih merata bagi masyarakat.
Baca juga :