Jakarta, SenayanTalks – Indonesia Climate Justice Summit (ICJS) 2025 resmi dibuka di Jakarta. Forum yang digagas oleh Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) ini menghadirkan suara langsung dari kelompok rentan yang berada di garis depan krisis iklim. ICJS 2025 menjadi ruang politik rakyat untuk menyatukan gerakan dalam menuntut keadilan iklim di Indonesia.
Hari pertama ICJS 2025 diawali dengan Pleno Rakyat, yang mempertemukan sembilan kelompok terdampak perubahan iklim: masyarakat adat, petani, nelayan, perempuan, buruh, masyarakat miskin kota, orang muda, lansia, dan penyandang disabilitas.
Masing-masing kelompok menyampaikan testimoni langsung mengenai dampak krisis iklim. Nelayan tradisional Lamongan mengaku kesulitan melaut akibat pola angin yang tak menentu.
Sementara, petani perempuan Sulawesi menegaskan perempuan adalah lumbung pangan bangsa, namun justru paling terhimpit dampak perubahan iklim.
Sedangkan, warga miskin kota Jakarta Utara menghadapi persoalan air bersih dan ketidakadilan pembangunan di pesisir.
Adapun buruh migran asal Serang menjadi korban perdagangan orang akibat krisis ekonomi yang dipicu iklim. Selain itu, kelompok lansia Jakarta mengaku semakin rentan karena keterbatasan fisik diperparah perubahan iklim ekstrem.
Penyandang disabilitas Maluku Utara bahkan mengaku menanggung beban ganda akibat diskriminasi dan minimnya perlindungan saat bencana.
Sedangkan perempuan adat NTT menolak proyek geothermal yang masuk tanpa persetujuan masyarakat serta menimbulkan kriminalisasi warga lokal.
Kondisi serupa dirasakan orang muda Bengkulu menyatakan generasi mereka dipaksa mewarisi bumi yang rusak, sehingga harus ditempatkan di garis depan perjuangan.
Kesaksian tersebut menegaskan bahwa krisis iklim adalah krisis keadilan: kelompok yang paling terdampak justru yang paling sedikit mendapat perlindungan negara.
ICJS 2025 menyoroti bahwa perubahan iklim di Indonesia bukan lagi sekadar isu lingkungan. Dampak nyata yang dirasakan masyarakat telah menjadikannya krisis kemanusiaan dan keadilan sosial.
Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim mendesak pemerintah agar tidak berhenti pada jargon semata, melainkan segera mengambil langkah nyata dalam melindungi rakyat. Regulasi, kebijakan transisi energi, hingga perlindungan hak kelompok rentan harus dijalankan konsisten dan berpihak pada rakyat.
Baca juga :