Search
Close this search box.

Anggota DPR Nasim Khan Absen Debat Terbuka Gerbong Perokok

Jakarta, SenayanTalks – Usulan anggota DPR RI, Nasim Khan, terkait wacana penyediaan gerbong khusus merokok di kereta api, kembali memicu kontroversi. Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) menggelar debat terbuka untuk menguji gagasan tersebut, menghadirkan mahasiswa, aktivis, perokok, ibu rumah tangga, hingga warga yang terpapar asap rokok. Namun, kursi yang disediakan untuk Nasim Khan justru kosong, menandakan ketidakhadirannya dalam forum publik itu.

Ketua IYCTC, Manik Marganamahendra, menilai absennya Nasim Khan sebagai simbol jauhnya wakil rakyat dari rakyat.

“Usul ngawur sudah dilontarkan, tapi ketika ditantang untuk diuji, yang muncul hanya kursi kosong. Ini bukan hanya soal gerbong rokok, ini soal keberanian wakil rakyat untuk berdiri bersama rakyatnya,” tegas Manik.

Peserta forum juga menyoroti kelemahan logika Nasim, termasuk perbandingan keliru antara kebiasaan pribadi tidak merokok di rumah dengan penyediaan gerbong merokok di transportasi umum. Padahal, kereta merupakan ruang publik yang tunduk pada regulasi kesehatan.

Dalam kesempatan sebelumnya di kanal Garuda TV, Nasim menyatakan negara seharusnya mengakomodasi 70 juta perokok di Indonesia. Pernyataan itu dikritik Manik sebagai bentuk kegagalan negara.

“70 juta perokok bukan prestasi, itu tragedi. Artinya negara gagal melindungi rakyat dari produk adiktif yang setiap tahun merenggut lebih dari 290 ribu nyawa,” ujarnya.

Berbasis bukti

Secara hukum, wacana gerbong rokok bertabrakan dengan aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam UU Kesehatan dan PP No. 28/2024. PT Kereta Api Indonesia (KAI) sendiri telah melarang aktivitas merokok di seluruh rangkaian sejak 2012.

Dari sisi ekonomi, konsumsi rokok justru mendatangkan kerugian. Data 2015 menunjukkan kerugian akibat rokok mencapai hampir Rp600 triliun, empat kali lipat lebih besar dari penerimaan cukainya. Selain itu, jika gerbong rokok diwujudkan, biaya tambahan seperti pembersihan residu asap, puntung rokok, hingga risiko kebakaran akan membebani publik maupun negara.

Sejumlah warga menegaskan DPR seharusnya mengedepankan evidence-based policy, bukan retorika populis. Sebagian bahkan menyebut usulan ini hanya isu pengalihan yang berbahaya.

“Hari ini kita melihat bagaimana sebuah usulan sembrono bisa dilemparkan ke publik, tapi ketika diminta pertanggungjawaban, justru tidak ada keberanian untuk hadir. Jangan sampai kita mengulang kesalahan dengan memberikan mandat pada mereka yang lebih sibuk menjaga kursi daripada menjaga rakyatnya,” kata Manik yang menutup forum dengan pesan reflektif.

IYCTC sebelumnya juga telah memetakan potensi konflik kepentingan sejumlah anggota DPR dengan industri rokok melalui website Pilihan Tanpa Beban (pilihantanpabeban.id), sebagai bentuk transparansi publik terhadap kualitas wakil rakyat.

Baca juga :

Artikel Terkait

Berita Sebelumnya