Jakarta, SenayanTalks – Langkah Kementerian Pertanian (Kementan) menggugat Tempo melalui jalur perdata tengah menjadi sorotan publik. Bukan sekadar sengketa antara pejabat publik dan media, gugatan ini dianggap mencerminkan upaya menegakkan prinsip kemerdekaan pers yang bertanggung jawab serta menjaga marwah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Persoalan bermula pada 16 Mei 2025, ketika Tempo mengunggah poster dan motion graphic berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” di akun resmi X dan Instagram. Konten itu dibuat untuk mempromosikan artikel “Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah” di tempo.co.
Namun, artikel tersebut berada di balik paywall, sehingga masyarakat yang tidak berlangganan tidak dapat melakukan verifikasi isi. Judul poster yang bernada negatif pun memicu komentar tajam, sebagian bernuansa kebencian terhadap Kementan dan Menteri Pertanian, tanpa ada moderasi dari pihak Tempo.
Dewan Pers turun tangan
Kementan kemudian melaporkan hal ini ke Dewan Pers. Setelah melakukan kajian, Dewan Pers menyatakan poster Tempo melanggar Kode Etik Jurnalistik. Putusan Pernyataan, Penilaian, dan Rekomendasi (PPR) nomor 3/PPR-DP/VI/2025 menyebut, Tempo melanggar Pasal 1 karena tidak akurat dan melebih-lebihkan, serta Pasal 3 karena mencampuradukkan fakta dengan opini yang menghakimi.
Dewan Pers merekomendasikan agar Tempo segera mengubah poster dan motion graphic, memoderasi komentar publik, hingga memuat permintaan maaf. Rekomendasi itu wajib ditindaklanjuti paling lambat 2 x 24 jam setelah diterima.
Namun, menurut Kementan, langkah korektif Tempo belum sepenuhnya dilaksanakan. Kondisi inilah yang mendorong Kementan mengajukan gugatan perdata.
Bukan kriminalisasi
Kepala Biro Hukum Kementan RI, Indra Zakaria Rayusman, menegaskan bahwa gugatan ini bukanlah bentuk kriminalisasi terhadap pers.
“Langkah yang kami tempuh adalah jalur perdata, bukan pidana. Tidak ada niat untuk membungkam jurnalis atau menghambat kerja media. Gugatan ini justru menegaskan bahwa kebebasan pers harus berjalan beriringan dengan tanggung jawab dan kepatuhan terhadap etika jurnalistik,” ujarnya di Jakarta, Senin (15/9/2025).
Indra menambahkan, dalam petitum gugatan, Kementan tidak menuntut sita jaminan atas aset Tempo. “Kami tidak menginginkan kegiatan jurnalistik Tempo terganggu. Namun, kami juga perlu menunjukkan bahwa ada batasan etis yang tidak boleh dilanggar,” tegasnya.
Pemberitaan negatif
Lebih jauh, Kementan menyebut pihaknya telah melakukan monitoring terhadap pemberitaan Tempo. Hasilnya, sekitar 79 persen pemberitaan Tempo tentang Kementan dan Menteri Pertanian memiliki tone negatif.
“Kementan sama sekali tidak anti kritik. Justru kami membutuhkan kritik yang profesional dan konstruktif. Tapi kalau framing berita lebih banyak merugikan citra institusi tanpa akurasi yang jelas, itu tentu tidak sehat bagi demokrasi,” kata Indra.
Indra menekankan, gugatan ini harus dipandang sebagai upaya menjaga profesionalisme pers, bukan mengekang kebebasan media.
“Undang-Undang Pers memberikan mekanisme penyelesaian melalui Dewan Pers. Karena rekomendasi itu tidak dijalankan secara penuh, maka jalur perdata dipilih sebagai jalan terakhir. Harapannya, media tetap menjadi kontrol sosial yang kritis, tapi juga akurat, berimbang, dan bertanggung jawab,” tuturnya.
Dengan langkah hukum ini, Kementan berharap publik tidak salah menilai. Gugatan perdata ini diharapkan bisa menjadi momentum bagi dunia pers untuk memperkuat integritas sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap media.
Baca juga :