Denpasar, SenayanTalks – Bencana banjir yang melanda Bali baru-baru ini menjadi pengingat pentingnya menjaga kualitas lingkungan, termasuk udara yang bersih untuk kesehatan masyarakat. Salah satu ancaman tersembunyi terhadap kualitas udara adalah paparan asap rokok di ruang publik.
Menjawab tantangan tersebut, Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) bersama Kolaborasi Bumi menggelar diskusi publik bertajuk “Survei Kualitas Udara di Kawasan Tanpa Rokok: Ulasan Singkat Denpasar dan Gianyar”. Acara ini menyoroti implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Bali yang sudah berlaku sejak 2011.
Gubernur Bali I Wayan Koster, melalui pernyataan tertulis yang dibacakan oleh Dr. Luh Ayu Aryani selaku Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Bali, menegaskan bahwa Bali harus menjadi destinasi wisata dunia yang indah, berbudaya, sekaligus sehat.
“Perda KTR hadir untuk melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan lansia, dari paparan asap rokok yang meningkatkan risiko kanker paru, penyakit jantung, hingga gangguan pernapasan. Aturan ini juga untuk mencegah anak muda menjadi perokok pemula, termasuk dalam penggunaan rokok elektronik di ruang publik,” tegasnya.
Survei kualitas udara
IYCTC melakukan pemantauan kualitas udara di sembilan titik KTR pada Juni–Juli 2025, termasuk sekolah, perkantoran, rumah sakit, restoran, dan hotel. Hasilnya: 2 lokasi masuk kategori “baik”, 7 lokasi berada di level “moderat”, terutama di restoran dan area publik semi-tertutup. Selain itu, terjadi lonjakan signifikan terjadi pada jam-jam tertentu akibat aktivitas merokok.
“Asap rokok terbukti meningkatkan konsentrasi PM2.5 hingga level berbahaya. Bahkan pada kadar rendah, dampaknya tetap serius terhadap kesehatan,” jelas Ni Made Shellasih, Program Manager IYCTC.
Sementara itu, Dr. Made Kerta Duana dari Udayana CENTRAL menegaskan bahwa data ini penting sebagai evidence-based policy. Menurutnya, Bali perlu memperkuat pengawasan KTR dan mengantisipasi tantangan baru dari rokok elektronik.
dr. I Gusti Ayu Raka Susanti dari Dinas Kesehatan Bali menyebutkan bahwa lebih dari 120 puskesmas telah menyediakan layanan berhenti merokok. “Mengubah perilaku memang sulit, tapi wajib dilakukan secara konsisten,” ujarnya.
Dari sisi generasi muda, Ananda Priantara dari Universitas Warmadewa menilai Bali bisa mencontoh kota wisata dunia seperti Barcelona dan Phuket yang sukses mengaitkan pariwisata modern dengan udara bersih. Ia mendorong penerapan reward and punishment dalam penegakan KTR, seperti yang dilakukan Singapura.
Selain itu, perwakilan komunitas Save Our Surroundings, yakni I.A.G Pradnyawidari Dharmika dan Dwi Ardini, menekankan pentingnya kampanye kreatif anak muda dalam mengawal kebijakan pengendalian konsumsi rokok.
Diskusi ini menegaskan bahwa keberhasilan KTR di Bali bergantung pada komitmen bersama, pengawasan ketat, dan partisipasi masyarakat. Dengan udara yang sehat, Bali tidak hanya memperkuat citra sebagai destinasi wisata budaya, tetapi juga sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan yang mengutamakan kesehatan publik.
Baca juga :