Jakarta, SenayanTalks – Investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) nasional terus menunjukkan tren positif. Data SKK Migas mencatat realisasi investasi hulu migas mencapai 7,19 miliar dolar AS pada semester I 2025, naik 28,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,59 miliar dolar AS.
Kenaikan ini sejalan dengan tren global. Investasi hulu migas dunia meningkat dari 468 miliar dolar AS pada 2020 menjadi 593 miliar dolar AS pada 2024. Kebijakan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump yang keluar dari Paris Agreement dan tetap fokus pada energi fosil menjadi salah satu faktor pendorong tren tersebut.
Meski menunjukkan tren positif, laporan IHS Markit (S&P Global) 2025 menempatkan Indonesia di peringkat 9 dari 14 negara Asia Pasifik dalam hal attractiveness iklim investasi hulu migas. Skor overall attractiveness rating meningkat dari di bawah 4,75 pada 2021 menjadi 5,35 pada 2025.
Penilaian investasi ini didasarkan pada empat indikator utama yaitu activities & success, fiscal system, oil and gas risk, serta legal & contractual.
Tiga indikator pertama mengalami perbaikan berkat sejumlah kebijakan baru pemerintah, termasuk fleksibilitas pemilihan sistem kontrak (PSC Cost Recovery, PSC Gross Split, dan New Gross Split), penawaran split yang lebih baik, serta ruang negosiasi signature bonus. Namun, aspek keempat yakni legal & contractual dinilai stagnan dan masih membutuhkan terobosan hukum.
Tuntaskan Revisi UU Migas
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menegaskan bahwa penyelesaian revisi UU Migas No. 22/2001 menjadi kunci untuk memperkuat iklim investasi.
“Revisi UU Migas harus mengatur tiga elemen fundamental yang selama ini hilang, yaitu penerapan prinsip assume and discharge dalam perpajakan, pemisahan administrasi dan keuangan kontrak kerja sama dengan keuangan negara, serta penerapan model single door bureaucracy dalam pengurusan administrasi perizinan,” ujar Komaidi.
Komaidi juga menekankan bahwa revisi UU Migas penting untuk menindaklanjuti sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi yang telah membatalkan beberapa ketentuan UU Migas 2001, antara lain Putusan MK No.002/PUU-I/2003, Putusan MK No.20/PUU-V/2007, dan Putusan MK No.36/PUU-X/2012.
Selain memperkuat aspek hukum, lanjut Komaidi, revisi UU Migas juga diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan baru industri hulu migas, seperti pengaturan pengalihan komitmen pasti, mekanisme konsolidasi biaya untuk pengurangan pajak, manajemen emisi CO2 melalui teknologi CCS/CCUS, dan pembentukan Petroleum Fund.
“Jika revisi UU Migas ini diselesaikan, maka iklim investasi Indonesia akan semakin kompetitif dan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” tegas Komaidi.

Baca juga :