Jakarta, SenayanTalks – Rencana penerapan Electronic Road Pricing (ERP) di Jakarta mendapat dukungan penuh dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Kebijakan ini dinilai sebagai langkah penting untuk menciptakan kota yang lebih tertib, manusiawi, dan berorientasi pada transportasi berkelanjutan.
ERP bukan sekadar pungutan atau proyek teknologi, melainkan simbol keberanian politik dalam menata ulang hak atas ruang jalan. Sistem ini diharapkan dapat memprioritaskan hak pengguna jalan yang lebih banyak, seperti pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna angkutan umum, ketimbang dominasi kendaraan pribadi yang memperparah kemacetan.
Menurut Adjat Wiratma, Humas MTI Pusat, ERP merupakan kebijakan strategis untuk mendorong perubahan pola mobilitas warga kota menuju moda transportasi publik yang lebih ramah lingkungan dan berkeadilan.
“ERP adalah langkah penting untuk mengembalikan ruang kota kepada masyarakat luas, bukan hanya untuk mobil pribadi. Ini adalah upaya untuk menciptakan mobilitas yang adil dan berkelanjutan,” ujar Adjat saat dikonfirmasi, Rabu (17/7).
Ia juga menekankan bahwa ERP harus dilihat sebagai kebijakan jangka panjang, bukan proyek instan. “Butuh konsistensi lintas pemerintahan agar kebijakan ini tidak berhenti hanya karena perubahan kepemimpinan,” tambahnya.
Ketua MTI DKI Jakarta, Yusa Cahya Permana, juga menyatakan bahwa penerapan ERP berbasis kawasan lebih ideal dibandingkan skema per koridor. Menurutnya, pendekatan koridor berisiko memindahkan beban kemacetan ke ruas jalan alternatif di sekitarnya.
“ERP sepatutnya diterapkan melingkupi sebuah kawasan yang sudah terlayani angkutan umum massal, bukan per koridor. Jika pun dimulai dari koridor, harus ada strategi tambahan seperti integrasi dengan sistem pengendali lalu lintas dan penegakan hukum elektronik (ETLE),” jelas Yusa.
ERP telah diterapkan di berbagai negara dengan pendekatan teknologi berbeda—dari GNSS di Singapura, ANPR di London dan Milan, hingga RFID di Seoul. Oleh karena itu, pemilihan sistem ERP Jakarta harus mempertimbangkan aspek integrasi, efisiensi, dan transparansi.
MTI menyarankan agar pemilihan teknologi melibatkan lembaga otoritatif seperti Kementerian Perhubungan atau Kementerian Kominfo untuk mencegah tumpang tindih regulasi dan konflik kepentingan.
“Transparansi dan akuntabilitas dalam pemilihan teknologi sangat penting agar publik percaya dan sistem bisa berjalan berkelanjutan,” tegas Adjat.
Lebih jauh, MTI menilai keberanian menerapkan ERP akan menjadi warisan penting bagi masa depan Jakarta. Gubernur Jakarta yang akan datang akan dikenang bukan dari banyaknya jalan layang, tetapi dari keberanian menata ulang perilaku mobilitas warganya.
Jika berhasil, ERP Jakarta akan menjadi percontohan nasional, menginspirasi kota-kota lain dalam membangun mobilitas berbasis keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.
“Seperti halnya TransJakarta dua dekade lalu, ERP adalah langkah reformasi besar yang harus diambil. Kalau semua menunggu nyaman dulu, kita tidak akan pernah berubah,” pungkas Adjat, mengutip pernyataan mantan Gubernur DKI Sutiyoso.
Baca juga :
Jakarta Tak Kan Bebas Macet Tanpa ERT
Berburu Gadget dan Makan di Senayan Trade Center