Search
Close this search box.

Gugatan Rp200 Miliar Menteri Pertanian Dinilai Pembangkrutan Media

Jakarta, SenayanTalks — Langkah Menteri Pertanian Amran Sulaiman menggugat media Tempo secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menuai kecaman dari berbagai kalangan. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai gugatan tersebut sebagai bentuk tekanan terhadap kebebasan pers dan preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia.

Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, menegaskan bahwa penyelesaian sengketa pemberitaan seharusnya dilakukan melalui mekanisme yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mekanisme tersebut meliputi hak jawab atau hak koreksi serta penyelesaian di Dewan Pers sebagai mediator.

“Gugatan Rp200 miliar ini bukan hanya bentuk pembungkaman, tapi juga pembangkrutan media. Ini upaya untuk menutup Tempo,” ujar Nany dalam diskusi publik yang digelar AJI Jakarta, Senin (20/10).

Kasus gugatan ini tercatat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL. Gugatan diajukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) setelah keberatan terhadap poster berita Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk”, yang menyoroti kebijakan Perum Bulog dalam penyerapan gabah any quality seharga Rp6.500 per kilogram.

Artikel tersebut memuat temuan bahwa sebagian petani menyiram gabah berkualitas bagus agar lebih berat, yang menyebabkan kualitas beras menurun. Dalam artikel lain berjudul “Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah”, Menteri Pertanian juga dikutip mengakui adanya kerusakan gabah dalam program tersebut.

Dalam gugatan, Amran menuding Tempo melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian materil dan immateril bagi Kementan. Pihak penggugat mengklaim pemberitaan Tempo menurunkan kinerja kementerian, mengganggu program, serta menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaganya.

Perwakilan Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, yang juga bagian dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), menyebut gugatan terhadap Tempo sebagai bentuk serangan terhadap jurnalis dan media.

“Sejak Januari hingga September 2025, jurnalis dan media menjadi korban paling banyak dari serangan aktor negara,” ujarnya.

Nurina juga menegaskan bahwa gugatan perdata terhadap media bukan hal baru. Ia mencontohkan kasus di Makassar pada 2021, ketika enam media digugat Rp100 triliun karena pemberitaan yang dianggap merugikan seseorang. “Ruang sipil untuk mengkritik kebijakan negara kini semakin sempit, bahkan hampir hilang,” tambahnya.

Rekomendasi Dewan Pers

Kuasa hukum Tempo dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Wildanu Syahril Guntur, menyayangkan gugatan ini karena Tempo telah mematuhi seluruh rekomendasi Dewan Pers.

Menurutnya, Tempo sudah menindaklanjuti lima rekomendasi Dewan Pers, antara lain mengganti judul poster di Instagram, menyampaikan permintaan maaf, melakukan moderasi konten, serta melaporkan pelaksanaan rekomendasi tersebut.

“Semua pihak harus menghormati mekanisme penyelesaian di Dewan Pers. Pers memiliki peran penting sebagai kontrol sosial untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Ketika prosedur ini diabaikan, kita perlu meluruskannya bersama,” ujar Guntur.

Ia juga mengajak masyarakat untuk mendukung perjuangan Tempo dan menjaga kebebasan pers di Indonesia. “Ini bukan sekadar soal Tempo, tapi soal masa depan kebebasan berekspresi di negeri ini,” tegasnya.

Baca juga :

Artikel Terkait

Berita Sebelumnya