Jakarta, SenayanTalks — Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) mengecam pernyataan perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menyebut rokok elektronik memiliki risiko kesehatan lebih rendah dibandingkan rokok konvensional. IYCTC menilai pernyataan tersebut prematur, menyesatkan, dan berpotensi menormalisasi konsumsi nikotin di kalangan anak muda.
Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra, menegaskan bahwa membandingkan dua produk berbahaya seperti rokok konvensional dan rokok elektronik bukanlah pendekatan kebijakan yang bertanggung jawab.
“Pernyataan seperti ini memberi ilusi keamanan pada produk yang justru menjadi pintu masuk adiksi nikotin bagi orang muda,” tegas Manik.
Menurut IYCTC, rokok elektronik tidak hanya mengandung nikotin, tetapi juga zat berbahaya lain seperti formaldehid, propylene glycol, nitrosamine, zat perisa buatan, logam berat, silikat, nanopartikel, dan particulate matter (PM). Produk ini juga kerap dipasarkan secara agresif dengan kemasan modern yang menyasar anak muda, sehingga berisiko mengaburkan arah kebijakan publik.
Berbagai studi membuktikan rokok elektronik dapat memicu ketergantungan nikotin, gangguan fungsi pernapasan, risiko kanker, asma, pneumotoraks, perdarahan alveolar difus, hingga mengganggu fungsi otak remaja dan perkembangan janin.
Selain lemahnya standardisasi produk, rokok elektronik juga rawan disalahgunakan untuk mengonsumsi zat terlarang. Kasus publik figur yang menggunakan cairan vape mengandung narkotika menjadi bukti nyata potensi bahaya yang melampaui citra ‘aman’ yang dikonstruksi industri.
Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 mencatat lonjakan pengguna rokok elektronik usia 15 tahun ke atas dari 0,3% (480 ribu orang) pada 2011 menjadi 3,0% (6,6 juta orang) pada 2021. IYCTC menilai tren ini mengkhawatirkan karena dipicu promosi masif melalui influencer, selebriti, dan platform hiburan yang populer di kalangan muda.
Regulasi terbaru, PP No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, telah menyetarakan aturan untuk rokok konvensional dan elektronik, menunjukkan bahwa negara menganggap keduanya memiliki ancaman kesehatan yang setara.
Perlindungan generasi muda
Pengurus Harian IYCTC, Nalsali Ginting, menegaskan bahwa lembaga negara seperti BRIN seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan masyarakat, bukan memberi ruang legitimasi bagi produk adiktif.
“Setiap pernyataan harus berpijak pada prinsip do not harm, bukan membuka jalan bagi krisis kesehatan baru,” ujar Nalsali.
IYCTC menuntut agar kebijakan publik terkait rokok elektronik berpijak pada bukti ilmiah yang komprehensif, termasuk kajian longitudinal dan transparansi data, demi melindungi generasi muda dari bahaya adiksi nikotin dan zat berbahaya lainnya.
Baca juga :