Search
Close this search box.

Keracunan Massal Siswa, FKBI Desak Moratorium Program MBG

Jakarta, SenayanTalks – Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) mendesak pemerintah melakukan moratorium Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyusul serangkaian kasus keracunan yang menimpa ribuan siswa di berbagai daerah.

Ketua FKBI, Tulus Abadi, menilai insiden ini bukan sekadar kegagalan teknis, melainkan cerminan lemahnya sistem perlindungan konsumen anak dalam program nasional.

“Sejak awal 2025, lebih dari 4.000 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan, dengan temuan kontaminasi bakteri E. coli pada sejumlah sampel makanan MBG. Tragedi ini menuntut evaluasi menyeluruh. Moratorium pelaksanaan program MBG sangat urgen agar insiden serupa tidak terulang,” tegas Tulus dalam pernyataan resminya, Senin (22/9).

FKBI menemukan berbagai persoalan dalam pelaksanaan MBG yang dinilai sistemik, antara lain:

  • Kegagalan standar keamanan pangan. Banyak dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tidak memenuhi standar kebersihan minimum. Proses memasak dilakukan di lantai, tanpa penangkal serangga, serta distribusi yang memakan waktu lama.
  • Minim transparansi. Tidak ada data publik terkait vendor MBG, audit dapur, maupun uji laboratorium makanan. Bahkan FKBI menduga sekitar 5.000 dapur fiktif.
  • Lemahnya mekanisme pelaporan. Insiden keracunan tidak memiliki prosedur pelaporan yang jelas, inklusif, dan melibatkan sekolah.
  • Pelanggaran hak konsumen anak. Tidak ada skema ganti rugi maupun dukungan psikososial bagi korban dan keluarga.

FKBI menyampaikan lima langkah perbaikan yang mendesak dilakukan pemerintah bersama Badan Gizi Nasional (BGN):

  1. Audit publik vendor MBG. Seluruh penyedia makanan harus diaudit independen dan hasilnya diumumkan terbuka.
  2. Skema ganti rugi dan pemulihan korban. Pemerintah wajib memberikan kompensasi medis, psikologis, dan hukum.
  3. Reformasi tata kelola MBG. Libatkan sekolah, organisasi orang tua, dan lembaga perlindungan anak dalam pengawasan partisipatif.
  4. Sistem pelaporan berbasis komunitas. Terapkan early warning system untuk deteksi dini insiden keracunan.
  5. Evaluasi model distribusi. Pertimbangkan desentralisasi melalui kantin sekolah atau pemberian dana langsung kepada orang tua.

Tulus Abadi menegaskan bahwa perlindungan anak sebagai konsumen rentan harus menjadi prioritas utama.

“Anak-anak berhak mendapatkan makanan aman, sehat, dan bergizi. Permintaan maaf pemerintah tidak cukup jika tidak disertai langkah konkret dan sistemik,” pungkasnya.

Baca juga :

Artikel Terkait

Berita Sebelumnya