Search
Close this search box.

Kilang Pertamina Internasional Dorong Transisi Energi Lewat Biofuel dan Green Refinery

Semarang, SenayanTalks – PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) menegaskan komitmennya dalam mendukung transisi energi nasional dan penguatan ketahanan energi melalui strategi ganda yang mencakup optimalisasi kilang eksisting dan pengembangan energi rendah karbon. Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, dalam forum Joint Convention Semarang (JCS) 2025, Selasa (1/7).

Dalam paparannya, Taufik mengangkat konsep Energi Trilemma, yang mencakup tiga elemen penting sistem energi: keamanan energi, keberlanjutan lingkungan, dan keterjangkauan harga. Tiga pilar tersebut, katanya, menjadi dasar dalam mewujudkan visi Presiden Prabowo Subianto untuk menjadikan Indonesia mandiri secara energi dan berdaulat atas sumber daya alamnya.

“Kami menerapkan Pertamina Dual Growth Strategy: memaksimalkan bisnis kilang saat ini (legacy business) dan membangun bisnis low carbon, termasuk pengembangan biofuel dan green refinery,” ujar Taufik.

Dalam mendukung energi bersih, KPI telah mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) dan Renewable Diesel (RD) melalui dua pendekatan teknologi:

Co-Processing: Pencampuran bahan baku nabati dengan bahan bakar fosil di kilang eksisting. KPI berhasil memproduksi bioavtur SAF 2,4% dari minyak inti sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil).

Conversion 100%: Pengolahan bahan nabati murni menjadi biofuel, menghasilkan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) atau Pertamina Renewable Diesel.

Tahap awal produksi dilakukan di Kilang Cilacap, dan ke depan akan diperluas ke kilang lainnya. KPI juga menjajaki pemanfaatan limbah nabati seperti minyak jelantah sebagai bahan baku generasi kedua (2nd Gen Biofuel).

“Strategi co-processing adalah cara tercepat dan efisien memproduksi SAF karena memanfaatkan kilang yang sudah ada, sehingga membutuhkan investasi lebih kecil,” terang Taufik.

Taufik menekankan bahwa pengembangan ekosistem biofuel memerlukan sinergi antara industri, pemerintah, dan regulator. KPI akan menjalankan tugasnya memproduksi bioenergi sesuai roadmap transisi energi yang telah disusun.

Selain mengurangi emisi karbon, strategi ini memiliki multiplier effect bagi ekonomi nasional, seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan produksi dalam negeri, dan peningkatan nilai tambah industri nasional.

“Ketahanan dan keberlanjutan energi adalah fondasi kemandirian ekonomi, kedaulatan politik, dan kesejahteraan rakyat Indonesia,” tutup Taufik.

Joint Convention Semarang (JCS) 2025, yang digelar pada 1–3 Juli di Padma Hotel Semarang, merupakan forum dua tahunan yang mempertemukan profesional, akademisi, dan pelaku industri energi serta sumber daya mineral. Tahun ini, JCS mengusung tema “Sustainable Energy Resilience: Indonesia’s Path to Self-Sufficiency.”

Acara ini merupakan hasil kolaborasi lima organisasi profesi: IAFMI (Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Migas Indonesia); HAGI (Himpunan Ahli Geofisika Indonesia); IATMI (Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia); IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia); dan PERHAPI (Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia).

Forum ini menjadi wadah strategis untuk mendiskusikan solusi jangka panjang dalam menghadapi tantangan ketahanan energi dan transisi menuju energi berkelanjutan.

Baca juga :
Pertamina Perkuat Ekosistem Sustainable Aviation Fuel Indonesia
Berburu Gadget dan Makan di Senayan Trade Center

Artikel Terkait