Search
Close this search box.

Komnas PT: Menkeu Tidak Paham Standar Tarif Cukai Internasional

Jakarta, SenayanTalks – Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menilai pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Sadewa yang menyebut cukai rokok 57% terlalu tinggi dan “firaun” sebagai keliru dan membahayakan kesehatan 270 juta rakyat Indonesia.

Ketua Umum Komnas PT sekaligus pakar kesehatan publik dan ekonomi kesehatan, Prof. Hasbullah Thabrany, menegaskan bahwa besaran cukai 57% justru masih jauh di bawah standar internasional.

“Cukai rokok 57% adalah angka maksimum sesuai UU Cukai, tapi tetap sangat rendah. Di Singapura tarifnya 67,5% dan di Australia 72%. Harga rokok di Indonesia masih murah, sehingga prevalensi merokok tinggi. Maka, cukai rokok harus dinaikkan lagi, bukan diturunkan. Kebijakan publik bukan kebijakan dagang!” tegas Hasbullah, Senin (22/9).

Data menunjukkan harga rokok di Indonesia paling mahal hanya sekitar Rp40 ribu per bungkus, jauh di bawah Singapura (Rp170 ribu) dan Australia (Rp400 ribu). Akibat keterjangkauan ini, prevalensi perokok di Indonesia masih sebesar 27% (Survei Kesehatan Indonesia 2023), sementara di Singapura hanya 16,5% dan Australia 10,5%.

WHO merekomendasikan tarif cukai minimum 75% dari harga eceran, bahkan banyak negara Eropa telah menerapkan cukai di atas 80%.

Komnas PT menekankan bahwa cukai bukan sekadar instrumen pendapatan negara, tetapi juga untuk menekan konsumsi rokok, termasuk rokok elektronik.

“Cukai diperlukan agar anak-anak tidak kecanduan. Lebih dari 200 ribu orang Indonesia meninggal akibat rokok setiap tahun. Dengan cukai tinggi, konsumsi turun, kesehatan masyarakat meningkat, dan produktivitas ekonomi ikut naik,” jelas Hasbullah.

Menanggapi kekhawatiran soal PHK pekerja industri rokok, Hasbullah menyebut penyebab utama justru mekanisasi, bukan kenaikan cukai.

“Fakta menunjukkan PHK terjadi karena mesin menggantikan pekerja, bukan karena cukai. Yang harus dilakukan adalah memperbaiki upah pekerja yang masih sangat rendah,” ujarnya.

Sebagai solusi, Komnas PT mendorong agar sebagian dana dari cukai hasil tembakau digunakan untuk membuka lapangan kerja baru serta memberi program diversifikasi tanaman bagi petani tembakau.

Komnas PT juga mengingatkan Menkeu agar berhati-hati terhadap narasi yang menguntungkan industri rokok. Penurunan tarif cukai yang justru meningkatkan pendapatan, menurut Hasbullah, bisa berarti konsumsi rokok semakin naik karena harga terlalu terjangkau.

“Jika hal ini dibiarkan, tujuan utama kebijakan cukai tembakau gagal, dan yang dirugikan adalah masyarakat luas,” tegasnya.

Baca juga :

Artikel Terkait

Berita Sebelumnya