Jakarta, SenayanTalks – Delapan dekade setelah Indonesia merdeka, praktik korupsi masih menjadi momok besar bangsa. Alih-alih menandai kemajuan, generasi muda justru menilai korupsi terus menghambat kesejahteraan sosial dan memperlebar ketidakadilan.
Temuan terbaru National Benchmark Survey (NBS) Semester I 2025 yang dilakukan Kawula17 menunjukkan, isu korupsi masih menjadi perhatian utama orang muda Indonesia. Mereka tidak lagi melihat korupsi sekadar persoalan individu, tetapi sebagai masalah sistemik yang melekat pada kelembagaan dan kebijakan negara.
Berbagai praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi sorotan utama. Sebanyak 42% responden menganggap penggunaan anggaran yang tidak transparan sebagai masalah terbesar, disusul nepotisme dalam jabatan publik dan pemerintahan (40%).
“Kesadaran ini tumbuh seiring akses informasi dan keterlibatan anak muda dalam aktivitas sosial-politik. Semakin progresif pandangan politik mereka, semakin kritis pula penilaian terhadap praktik korupsi,” demikian temuan Kawula17.
OTT tidak cukup
Meski pemerintah masih mengandalkan operasi tangkap tangan (OTT) sebagai strategi utama, orang muda menilai solusi pemberantasan korupsi harus menyentuh akar sistem.
Survei mencatat, 46% orang muda mendukung larangan koruptor mencalonkan diri dalam jabatan publik, sementara 45% mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset untuk merampas harta hasil korupsi.
“Temuan ini menjadi sinyal keras bagi pemerintah. Jika reformasi kebijakan dan kelembagaan tidak segera ditingkatkan, kredibilitas pemerintah di mata orang muda akan semakin jatuh,” tegas Maria Angelica, Program Manager Kawula17.
Selain korupsi, isu lingkungan juga menjadi sorotan. Sebanyak 38% responden menilai lemahnya penegakan hukum akibat uang dan kekuasaan sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan, diikuti kebijakan lingkungan yang belum efektif (30%).
Lebih dari separuh responden (53%) mendesak pemerintah segera melaksanakan perlindungan kawasan hutan dari deforestasi, kebakaran, dan alih fungsi lahan.
National Benchmark Survey (NBS) merupakan riset rutin Kawula17 dengan dukungan Yayasan Pelopor Pilihan Tujuhbelas. Survei dilakukan pada 10–17 Juli 2025 menggunakan metode Computer-Assisted Self Interviewing (CASI) atau survei daring. Jumlah responden 1.342 orang muda usia 17–35 tahun dari seluruh Indonesia, dengan margin of error ±5%.
Hasil NBS juga menemukan bahwa kepercayaan orang muda terhadap peran pemerintah belum diiringi dengan kepuasan terhadap kinerja pemerintah. Setidaknya empat dari lima orang muda menilai kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi masih (jauh) di bawah ekspektasi, sementara hanya 7% yang menganggapnya sudah (jauh) di atas ekspektasi.
Akibatnya, peran pemerintah di isu antikorupsi hanya mencatatkan NET Score -77%, turun drastis -21 poin dari semester lalu (-56%). Skor ini memperlihatkan jurang yang semakin lebar antara harapan orang muda dan kenyataan saat ini.

Aktor antikorupsi
Meski kecewa dengan pemerintah, antusiasme orang muda untuk berpartisipasi dalam isu antikorupsi sangat tinggi. Sebanyak 73% responden menyatakan minat terlibat dalam gerakan antikorupsi dalam 12 bulan ke depan.
Aktivis antikorupsi Dewi Anggraeni menilai tren ini sebagai dorongan positif. “Orang muda semakin kritis dan melek kondisi bangsa. Mereka ingin memaksa pemerintah berbenah melalui transparansi, regulasi, serta efek jera bagi koruptor,” ujarnya.
Maria Angelica menambahkan, aspirasi pelarangan koruptor maju dalam jabatan publik serta pengesahan RUU Perampasan Aset harus ditanggapi serius.
“Agenda antikorupsi akan menjadi medan partisipasi paling strategis generasi muda,” jelas Maria.

Baca juga :