Jakarta, SenayanTalks – Direktur Utama Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mendapat sorotan tajam usai pernyataannya di hadapan Komisi VI DPR RI pada Kamis (11/9). Simon menyebut salah satu alasan penggabungan tiga subholding Pertamina di sektor hilir adalah penurunan laba akibat kondisi global.
Pernyataan ini dinilai keliru oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, yang mengingatkan agar Simon tidak membuat malu Presiden Prabowo Subianto.
“Pernyataan Simon ini salah total. Presiden menugaskannya untuk membenahi Pertamina, bukan memberi alasan penurunan laba. Pertamina sudah terlanjur rusak sejak era sebelumnya, janji kampanye Jokowi 2014 untuk mengalahkan Petronas justru berbalik menjadi ajang penjarahan,” tegas Yusri di Jakarta, Minggu (14/9).
Polemik Holding dan Subholding Pertamina
Yusri menjelaskan, sejak awal pembentukan holding dan subholding Pertamina pada 2020 oleh Menteri BUMN Erick Thohir telah ditolak keras oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Bahkan gugatan hukum pernah diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juli 2020.
FSPPB bersama Serikat Pekerja PLN juga sempat mengajukan permintaan resmi kepada Presiden Joko Widodo agar pembentukan holding dan rencana IPO anak usaha dibatalkan. Alasan penolakan antara lain potensi inefisiensi, duplikasi fungsi, hingga ancaman hilangnya kedaulatan energi nasional.
“Semua suara pekerja yang memahami kondisi nyata diabaikan pemerintah saat itu. Akibatnya kini terbongkar kasus-kasus korupsi sistemik, masif, dan terstruktur di tubuh Pertamina,” tambah Yusri.
Dugaan korupsi sistemik
Menurut Yusri, kasus korupsi pengadaan minyak mentah dan produk BBM periode 2018–2023 menimbulkan kerugian negara Rp285 triliun, bahkan bisa mencapai Rp1.000 triliun jika ditarik sejak 2014. Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka, termasuk pengusaha Moch Reza Chalid.
Selain itu, CERI juga menyoroti dugaan korupsi di subholding gas PT PGN Tbk, proyek digitalisasi SPBU, kasus katalis di kilang Pertamina, hingga pembelian tanah untuk kantor pusat Pertamina di Rasuna Said. Proyek pipa minyak Blok Rokan senilai USD 300 juta pun dinilai bermasalah sejak awal perancangan.
“Kami minta KPK ikut mensupervisi agar tidak ada tebang pilih. Jika ada indikasi transaksi politik dalam penanganan kasus, kami tidak menutup kemungkinan akan menggugat praperadilan Kejagung,” tegas Yusri.
Lebih jauh, CERI mendesak Presiden Prabowo untuk mencopot CEO Danantara, Rosan Roeslani, yang disebut Yusri terindikasi terkait kasus korupsi PT Asabri melalui anak usaha PT Recapital Asset Management.
“Jika Rosan tidak segera dicopot, bagaimana publik bisa percaya Danantara akan membereskan Pertamina, sementara CEO-nya bermasalah?” pungkas Yusri.
Baca juga :