Jakarta, SenayanTalks – Pemerintah didorong segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait penerapan ecological fiscal transfer (EFT) atau transfer dana berbasis ekologi. Hal ini mengemuka dalam Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis VI yang diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendanaan Ekologis (KMS-PE) di Jakarta.
Konferensi ini menyoroti perlunya pembiayaan hijau yang berkelanjutan sebagai strategi penting untuk menurunkan emisi dan mewujudkan target net zero emission (NZE) Indonesia pada 2050, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
“Target NZE dimajukan dari 2060 menjadi 2050. Ini membutuhkan pendanaan besar. Maka, pendanaan ekologis menjadi sangat strategis untuk mempercepat pencapaian tersebut,” ujar Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Diaz Hendropriyono, saat membuka konferensi di Jakarta, Senin (5/8).
Insentif Hijau untuk Daerah
Pendanaan ekologis melalui skema EFT seperti TAPE (Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi), TAKE (Transfer Anggaran Kabupaten), dan ALAKE (Alokasi Anggaran Kelurahan) menjadi insentif fiskal bagi daerah yang menjaga kelestarian lingkungan. Namun, Diaz menegaskan bahwa instrumen tersebut harus memberikan dampak nyata, terutama bagi masyarakat rentan dan komunitas penjaga ekosistem.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menambahkan, keterlibatan kepala daerah generasi milenial yang kini mendominasi pemerintahan daerah menjadi peluang strategis untuk memperkuat komitmen terhadap lingkungan.

“Sekitar 80% kepala daerah saat ini adalah wajah baru, sebagian besar milenial. Momentum ini bisa kita manfaatkan untuk mengarusutamakan isu lingkungan dalam kebijakan fiskal daerah,” kata Bima.
Hingga 2025, sudah terdapat 48 daerah yang mengadopsi skema EFT dengan nilai kontribusi mencapai Rp529 miliar. Meski begitu, jumlah ini masih mencakup sekitar 8,9% dari total wilayah administratif Indonesia. KMS-PE menyebutkan potensi dana ekologis nasional mencapai Rp10,2 triliun per tahun, jika minimal 0,25% dari total belanja pusat dan daerah dialokasikan untuk pendanaan hijau.
Kabupaten Siak dan Bulungan menjadi contoh penerapan terbaik. Siak menyalurkan EFT untuk masyarakat di sekitar Hutan Tanaman Industri (HTI), sementara Bulungan menyalurkan dana ke warga penjaga hutan dengan luas tutupan yang masih terjaga.
Sebagai bentuk apresiasi, Koalisi menganugerahkan EFT Award 2025 kepada pemerintah daerah berprestasi. Kategori Inovasi Utama diberikan kepada Kabupaten Bulungan (Kaltara), Kabupaten Siak (Riau), dan Kota Sabang (Aceh). Sementara penghargaan khusus diraih Provinsi Kalimantan Utara (komitmen tinggi integrasi EFT), Kabupaten Jayapura (pelopor EFT), Kabupaten Bengkalis (alokasi EFT terbesar), dan Kabupaten Maros (integrasi GEDSI – Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial).

Konferensi juga meluncurkan dua inisiatif nasional, yakni Green Leaders Forum (GLF) sebagai wadah kepala daerah peduli lingkungan, serta Kaukus Parlemen Hijau Daerah (KPHD) yang beranggotakan legislator daerah pro-ekologi.
Dalam forum ini, KMS-PE memaparkan sejumlah skema pembiayaan masa depan seperti:
- Result-Based Payment (RBP): insentif berbasis hasil capaian lingkungan,
- Green Insurance: proteksi bencana ekologis,
- Pajak karbon dan perdagangan karbon, serta
- Dana Abadi Daerah Ekologis (DAD) untuk pendanaan konservasi jangka panjang.
Koalisi mendesak pemerintah menjadikan EFT sebagai bagian dari strategi nasional pengurangan emisi, menciptakan green jobs, dan memperkuat ketahanan sosial-ekologis.
“Pendanaan ekologis bukan hanya soal anggaran, tapi soal keberpihakan pada masa depan bumi dan generasi mendatang,” tulis Koalisi dalam pernyataan resminya.
Baca juga :
Desakan Pengesahan RUU Masyarakat Adat Usulan Masyarakat Sipil Menguat
Ekspansi Tambang di Hutan Morowali Bikin Habitat Satwa dan Ekosistem Hutan Rusak