Osaka, SenayanTalks – Perpaduan dentum alu menumbuk padi, irama bas modern, dan visual digital memukau penonton Paviliun Indonesia di Osaka Expo 2025. Pertunjukan bertajuk “JIWA (Journey Indonesia’s Wisdom & Arts)” ini menjadi sajian utama Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) untuk mengirim pesan diplomasi budaya bahwa Indonesia siap melangkah ke masa depan tanpa meninggalkan akar tradisinya.
Pertunjukan berdurasi 15 menit itu mengajak penonton menyusuri perjalanan lintas waktu, dari desa adat di kaki Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat, hingga ke panggung dunia. Kisahnya terinspirasi dari Kasepuhan Gelar Alam, komunitas adat di Sukabumi yang setia pada tradisi bertani alami, lumbung padi (leuit), dan ritual adat.
Sejak 2009, Kasepuhan Gelar Alam terhubung dengan dunia luar melalui program Internet Masuk Desa Kemkomdigi, yang kemudian diperkuat lewat Digital Access Program (DAP) hasil kolaborasi British Embassy Jakarta dan Association for Progressive Communications (APC). Saat ini, 15 teknisi lokal mengelola jaringan internet bagi lebih dari 900 pengguna, memasarkan produk pertanian dan kerajinan secara daring, serta membuka sekolah internet untuk literasi digital warga.
“Pemilihan Gelar Alam karena kawasan tersebut adalah penghasil padi yang menjadi penopang program ketahanan pangan sesuai program Astacita Presiden Prabowo Subianto,” ujar Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, di Osaka Expo 2025, Rabu (13/8/2025).

Menurut Meutya, teknologi tidak harus menjadi lawan budaya. “Jika dikelola dengan bijak, teknologi bisa menjadi sahabat yang menjaga dan mengangkat nilai-nilai kehidupan,” tegasnya.
Pertunjukan “JIWA” lahir dari kolaborasi Kafin Sulthan, DJ Hendra, dan Batavia Dancers, yang memadukan gerak tari tradisional dan modern, musik daerah yang diaransemen ulang, serta visual digital yang membawa penonton dari tanah kelahiran budaya hingga horizon inovasi.
“JIWA” tampil di Paviliun Indonesia pada 13 Agustus 2025 pukul 17.30 dan 19.30, serta 14 Agustus 2025 pukul 16.00 dan 18.00.
Osaka Expo 2025 menjadi panggung strategis bagi Indonesia untuk menunjukkan diri bukan hanya sebagai destinasi wisata atau produsen sumber daya alam, tetapi sebagai bangsa yang mampu menjembatani masa lalu dan masa depan.
“Budaya adalah jati diri kita, teknologi adalah kendaraan kita, dan panggung dunia adalah ruang kita untuk bersuara,” tutup Meutya.
Baca juga :