Search
Close this search box.

Publik Jakarta Rindu Udara Bersih Tanpa Asap Rokok

Jakarta, SenayanTalks — Isu polusi udara kembali menjadi sorotan di ibu kota. Selain kendaraan dan industri, asap rokok di ruang publik turut memperparah kualitas udara Jakarta. Berdasarkan data BPS (Maret 2024), sebanyak 22,56 persen warga Jakarta berusia di atas 15 tahun adalah perokok aktif, dan pengeluaran untuk rokok menjadi komoditas terbesar kedua setelah makanan, dengan rata-rata Rp79.226 per kapita per bulan.

Ironisnya, meski 86 persen daerah di Indonesia telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR), DKI Jakarta masih bergantung pada Peraturan Gubernur (Pergub) dan belum memiliki regulasi daerah yang lebih kuat. Padahal, PP No. 28 Tahun 2024 mewajibkan setiap pemerintah daerah menetapkan Perda KTR untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok di ruang publik dan tempat kerja.

Dorongan agar Perda KTR segera disahkan menguat setelah Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) merilis hasil survei persepsi publik dan kualitas udara warga Jakarta. Dalam kegiatan bertajuk “Diseminasi Survei Persepsi Publik dan Kualitas Udara Warga Jakarta terkait KTR” yang digelar Jumat (17/10), mayoritas warga menyatakan mendukung penerapan KTR di seluruh fasilitas publik.

Ketua Umum IYCTC Manik Marganamahendra mengatakan kegiatan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat bukti ilmiah sekaligus memperjuangkan hak masyarakat atas udara bersih.

“Jakarta masih bergantung pada Pergub dan belum memiliki Perda KTR yang menjadi mandat PP 28/2024. Sudah saatnya ada regulasi yang lebih kuat untuk melindungi masyarakat,” ujar Manik.

Hasil survei yang dipaparkan Ni Made Shellasih, perwakilan tim riset IYCTC, menunjukkan bahwa 94,4 persen responden merasa terganggu oleh asap rokok di ruang publik, dan 95,3 persen mendukung penerapan KTR di sekolah, tempat ibadah, fasilitas kesehatan, taman, transportasi umum, dan kantor.

Selain itu, 88,6 persen mendukung pelarangan iklan rokok di dekat anak-anak dan 85,8 persen setuju pembatasan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah.

“Artinya, warga Jakarta sebenarnya sudah siap hidup di lingkungan yang lebih sehat dan bebas asap,” kata Shella.

Setara polusi kendaraan bermotor

Temuan lain diungkap oleh Daniel Beltsazar dari IYCTC yang melakukan pengukuran kualitas udara bersama NAFAS dan DBS Foundation di sejumlah lokasi seperti sekolah, rumah sakit, kantor, dan restoran.

“Kadar PM2.5 dari asap rokok di ruang tertutup setara dengan polusi kendaraan bermotor dan industri,” jelas Daniel.

Hasilnya menunjukkan kadar PM2.5 tertinggi di restoran mencapai 61,16 µg/m³, di rumah sakit 43,14 µg/m³, di sekolah 39,21 µg/m³, dan di kantor 40,13 µg/m³ — semuanya masuk kategori tidak sehat.

Daniel menegaskan bahwa ruang merokok seharusnya hanya boleh berada di area terbuka, jauh dari pintu masuk dan jalur publik, sebagaimana diatur dalam PP 28/2024.

Percepat Perda KTR

Ketua Pansus Raperda KTR DKI Jakarta Farah Savira memastikan pembahasan Raperda terus berjalan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pelaku UMKM dan komunitas masyarakat.

“Perda KTR bukan kebijakan pembatasan usaha, tapi pengaturan ruang agar semua bisa beraktivitas dengan sehat dan aman,” jelas Farah.

Menurutnya, penerapan KTR justru dapat meningkatkan produktivitas dan kenyamanan kerja karena lingkungan menjadi lebih bersih.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta dr. Ovi Norfiana, MKM mengungkapkan, perilaku merokok masih menjadi penyumbang besar penyakit tidak menular. Berdasarkan data BPJS Kesehatan 2024, biaya penyakit katastropik di DKI mencapai Rp4,87 triliun, dengan 58 persen penyebabnya terkait perilaku berisiko seperti merokok.

Sementara itu, Risky Kusuma Hartono dari PKJS-UI menilai pendanaan pelaksanaan KTR bisa dioptimalkan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan Pajak Rokok Daerah, yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal.

“Pendanaan ini bisa diarahkan untuk sosialisasi, pengawasan, dan layanan berhenti merokok,” ujarnya.

Perwakilan masyarakat Intan Permatasari dari Kampung Bebas Asap Rokok Cipedak menuturkan, penerapan KTR di tingkat komunitas dimulai dari langkah kecil seperti meniadakan asbak dan sosialisasi door-to-door.

Sedangkan Sadam Permana, kreator muda sekaligus perwakilan Orang Muda Peduli KTR, menegaskan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga keberlanjutan kebijakan.

“Udara bersih bukan cuma urusan pemerintah, tapi juga tentang masa depan kota yang ingin kita tinggali bersama,” tutup Sadam.

Baca juga :

Artikel Terkait

Berita Sebelumnya