Denpasar, SenayanTalks – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat upaya konservasi penyu dan cetacea (paus dan lumba-lumba) dengan menyelenggarakan konsultasi publik penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Penyu dan Cetacea 2025–2029 di Bali.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Direktorat Konservasi Spesies dan Genetik, Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PKRL) KKP, bekerja sama dengan Yayasan WWF Indonesia dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Konsultasi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, akademisi, peneliti dari BRIN, serta organisasi masyarakat sipil yang fokus pada perlindungan spesies laut dilindungi.
Selama dua hari pelaksanaan, forum ini membahas berbagai tantangan krusial terkait perlindungan penyu dan cetacea di Indonesia. Isu yang disoroti mencakup kondisi terkini populasi penyu dan cetacea, tantangan pengelolaan kawasan habitat penting, strategi perlindungan spesies dari ancaman aktivitas manusia dan perubahan iklim.
Direktur Konservasi Spesies dan Genetik KKP, Sarmintohadi, menegaskan pentingnya pendekatan kolaboratif dalam konservasi laut. “Dokumen RAN ini bukan sekadar perencanaan, tetapi harus benar-benar diimplementasikan oleh seluruh pemangku kepentingan sesuai tugas dan fungsinya,” ujarnya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Ir. Putu Sumardiana, MP, menyoroti pentingnya filosofi Sad Kerthi, khususnya Segara Kerthi, dalam menjaga keberlanjutan laut. Ia menyatakan bahwa pengelolaan kawasan konservasi merupakan bentuk implementasi nilai-nilai luhur Bali secara niskala-sakala.
“Kami terus memperkuat perlindungan spesies laut dilindungi melalui pengembangan kawasan konservasi dan kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan,” tambahnya.
Forum ini juga menghadirkan paparan dari para pakar seperti dari BRIN dan BPSPL Denpasar. Diskusi berjalan dinamis dengan partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, serta kabupaten-kabupaten sekitar.
Beberapa hasil penting dari forum ini antara lain RAN Konservasi Penyu berupa pembentukan Centre of Excellence (CoE) konservasi penyu di tiga lokasi strategis, integrasi program perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan penyu secara berkelanjutan.
Selain itu, dihasilkan RAN Konservasi Cetacea meliputi SDM terlatih dalam penanganan mamalia laut terdampar, mitigasi dampak penangkapan ikan dan aktivitas transportasi laut terhadap cetacea, dan penyusunan pedoman mitigasi dampak negatif aktivitas pesisir dan lepas pantai.
Koordinator Nasional Spesies Laut Dilindungi WWF Indonesia, Ranny R. Yuneni, menekankan pentingnya pendekatan berbasis sains dan teknologi dalam upaya konservasi. “Rencana aksi harus holistik, menyentuh aspek habitat, kelembagaan, penegakan hukum, hingga pemanfaatan teknologi untuk perlindungan penyu dan cetacea,” jelasnya.
Kegiatan ditutup dengan komitmen bersama untuk menyelesaikan finalisasi dokumen RAN Konservasi Penyu dan Cetacea 2025–2029 serta menyusun strategi implementasi di wilayah prioritas.
Dokumen RAN ini diharapkan menjadi rujukan utama dalam upaya perlindungan spesies laut yang terancam punah di Indonesia, serta memperkuat sinergi antarinstansi dan mitra konservasi. Implementasi RAN akan mendorong tercapainya tujuan pelestarian keanekaragaman hayati laut secara berkelanjutan, sekaligus mendukung agenda pembangunan nasional dan daerah.
Baca juga :
Pelatihan CoE Alor Meningkatkan SDM Pengelola Kawasan Konservasi Laut
Berburu Gadget dan Makan di Senayan Trade Center