Jakarta, SenayanTalks – Dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025, sejumlah organisasi kesehatan dan pendidikan terkemuka di Indonesia menyuarakan kekhawatiran terhadap strategi manipulatif industri rokok dan produk nikotin baru seperti vape dan rokok elektronik yang menyasar anak-anak dan remaja.
Suara kekhawatiran disampaikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau, dan Yayasan Kanker Indonesia, serta sejumlah organisasi dalam koalisi pengendalian tembakau. Mereka menyebut vape dan rokok elektronik merupakan strategi yang disengaja untuk menarik minat anak muda agar mencoba, lalu kecanduan produk nikotin. Pasalnya, vape dan rokok elektronik dikemas dengan rasa buah, permen, dan kemasan warna-warni.
“Zat tambahan dalam vape atau rokok rasa dirancang menutupi rasa tembakau, menciptakan kesan aman, terutama bagi pemula dan remaja,” ujar perwakilan koalisi.
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan lonjakan pengguna rokok elektronik hingga 10 kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Di Jakarta saja, menurut survei Jalin Foundation, 24% remaja laki-laki usia 12–19 tahun telah menggunakan rokok elektronik.
“Toko vape kini menjamur di mana-mana, tanpa kontrol yang ketat,” ungkap Tulus Abadi, Sekjen Komnas Pengendalian Tembakau.
Industri Rokok Luncurkan Produk Baru, Gunakan Ilmuwan dan Kampanye “Bersih” untuk promosi beberapa perusahaan besar seperti Philip Morris (pemilik HM Sampoerna) menggunakan narasi “Unsmoke the World” untuk memasarkan produk nikotin baru. Mereka bahkan mendanai lembaga riset, akademisi, dan dokter guna menciptakan citra positif bagi produk tersebut.
Gudang Garam dan Djarum juga telah meluncurkan vape, pods, rokok dipanaskan, dan bahkan kantong nikotin, sebagian besar dikemas dengan rasa buah dan animasi yang menarik perhatian anak-anak.
Dr. Lukiarti Rukmini, MPH dari Yayasan Kanker Indonesia mempertanyakan lemahnya pengawasan terhadap kemasan rokok elektronik. Padahal, PP 28/2024 sebagai turunan dari UU No. 17/2023 tentang Kesehatan telah mengatur standar kemasan.
“Kemasan vape sangat menarik bagi anak-anak. Warna-warni, bergambar buah dan animasi. Ini harus dihentikan dengan regulasi tegas,” tegasnya.
Dr. Fakhrurrozi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengecam lambannya implementasi aturan pengendalian zat adiktif oleh Kementerian Kesehatan. Ia meminta pemerintah segera bertindak menerapkan regulasi yang telah disahkan.
“Jangan hanya membuat aturan, tapi pastikan dilaksanakan. Kami meragukan keseriusan pemerintah jika hanya berhenti di atas kertas,” ujarnya.
Sekjen PGRI, Dudung Abdul Qodir, menyatakan keprihatinannya karena anak-anak kini menjadi target utama industri nikotin baru.
“Kami mendesak Presiden Prabowo agar segera menghentikan manipulasi industri rokok. Jangan korbankan anak-anak demi keuntungan bisnis,” tegasnya.
Tulus Abadi kembali menekankan bahwa narasi industri yang menyatakan melindungi petani hanyalah kedok, sementara intervensi terhadap kebijakan publik terus dilakukan lewat lobi, CSR, dan pengaruh terhadap pejabat.
“Presiden Prabowo harus berani menolak intervensi industri rokok dan segera perintahkan pelaksanaan penuh regulasi pengendalian tembakau dan vape,” tegasnya.