Search
Close this search box.

Dugaan Penyerobotan Lahan Sawit 19 Hektare di Mahakam Ulu

Samarinda, SenayanTalks – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Timur mengecam dugaan penyerobotan lahan masyarakat Kampung Tri Pariq Makmur, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Mahakam Ulu, yang dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit PT Setia Agro Abadi (SAA). Perusahaan tersebut diduga menggarap lahan di luar wilayah Hak Guna Usaha (HGU) yang dimilikinya.

Direktur Eksekutif WALHI Kaltim, Fathur Roziqin Fen, menegaskan bahwa praktik ini merupakan bentuk konflik agraria serius yang tidak boleh dibiarkan. “Ini adalah bentuk konflik agraria yang tidak bisa dibiarkan. Pemerintah harus bertindak tegas demi melindungi hak-hak masyarakat,” ujarnya.

Berdasarkan analisis spasial WALHI Kaltim, hasil overlay peta izin PT SAA dengan peta wilayah Kampung Tri Pariq Makmur menunjukkan sekitar 6.101,12 hektare konsesi perusahaan berada di dalam wilayah kampung, termasuk lahan yang sudah memiliki sertifikat hak milik warga.

Tak hanya di Tri Pariq Makmur, WALHI juga menemukan potensi konflik serupa di lima kampung lain: Long Hubung Ulu, Matalibaq, Memahak Teboq, dan Wana Pariq. Total luas konsesi yang tumpang tindih di lima wilayah tersebut mencapai 19.949,91 hektare.

Temuan ini, menurut WALHI, mengindikasikan adanya praktik penguasaan tanah di luar HGU yang berpotensi merampas hak masyarakat secara ilegal.

Konflik agraria

Meski puluhan ribu hektare wilayah Mahakam Ulu telah dikonversi menjadi perkebunan sawit, masyarakat maupun pemerintah daerah dinilai tidak memperoleh manfaat signifikan. Penerimaan daerah relatif kecil, sementara kerugian sosial, ekonomi, dan ekologis jauh lebih besar.

“Lahan warga hilang, ruang hidup rusak, dan konflik agraria terus berulang tanpa penyelesaian yang adil,” tegas Fathur.

Konflik agraria di Mahakam Ulu, menurut WALHI, merupakan cerminan masalah struktural perkebunan sawit di tingkat nasional. Model pembangunan berbasis ekstraksi sumber daya alam dinilai terus melanggengkan ketimpangan, perampasan ruang hidup masyarakat, dan kerusakan lingkungan.

Sebagai solusi jangka panjang, WALHI mendorong pemerintah untuk beralih ke Ekonomi Nusantara yang regeneratif, berbasis pada usaha komunitas serta relasi harmonis dengan alam.

“Transisi ekonomi berbasis komunitas menjadi kunci mewujudkan keadilan ekologis bagi masyarakat dan generasi mendatang,” pungkas Fathur.

Selain itu, WALHI Kaltim mengapresiasi langkah awal Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu (Pemkab Mahulu) yang menanggapi aduan masyarakat. Namun, organisasi lingkungan ini menekankan perlunya langkah lanjutan yang lebih konkret, di antaranya:

  • Menjatuhkan sanksi tegas kepada perusahaan yang melanggar hukum.
  • Melakukan audit menyeluruh terhadap izin perkebunan sawit di Mahakam Ulu.
  • Menghentikan praktek obral izin yang memicu konflik agraria.

Baca juga :

Artikel Terkait

Berita Sebelumnya