Jakarta, SenayanTalks – Komite Nasional Pengendalian Tembakau bersama Forum Warga Kota Indonesia (FAKTA), Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Kesehatan RI menggelar Rapat Koordinasi Nasional Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan tema “Posisi dan Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Pasca Diundangkannya PP 28 Tahun 2024.”
Acara ini menjadi momentum penting dalam memperkuat sinergi pusat-daerah dalam menegakkan kebijakan pengendalian konsumsi produk tembakau, terutama melalui implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang lebih kuat dan merata di seluruh Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 adalah turunan dari UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 yang mengatur tentang Pengamanan Zat Adiktif, termasuk rokok konvensional dan rokok elektronik. Peraturan ini mengandung banyak aturan baru seperti larangan penjualan rokok batangan, larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah, larangan iklan rokok dalam radius 500 meter dari tempat pendidikan dan bermain anak, larangan iklan rokok di media sosial.
Kebijakan ini diharapkan mampu menurunkan angka perokok anak dan remaja serta mencegah munculnya perokok pemula di Indonesia.
“Kami khawatir terhadap 128 juta masyarakat Indonesia yang terpapar adiksi rokok. Produk ini bersifat adiktif dan harus dibatasi secara tegas,” tegas Prof. Hasbullah Thabrany, Ketua Komnas Pengendalian Tembakau.
Komnas menyoroti bahwa sekitar 20% anak SMP di Indonesia sudah merokok, sebuah fakta yang sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, regulasi pengendalian tembakau berbasis bukti ilmiah menjadi sangat penting.
Menteri Kesehatan RI, Ir. Budi Gunadi Sadikin, menegaskan urgensi menurunkan prevalensi perokok remaja dan melindungi kelompok rentan. Ia mendorong 514 kabupaten/kota dan 38 provinsi segera membentuk atau menyelaraskan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) paling lambat akhir 2025.
“Kita tidak ingin anak-anak tumbuh dalam budaya merokok. Daerah yang belum memiliki Perda KTR harus segera membuatnya,” ujarnya.
Menteri Dalam Negeri RI, Prof. Tito Karnavian, menambahkan pentingnya sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah. Ia menegaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri akan memberi apresiasi khusus kepada daerah yang menjadikan KTR sebagai program wajib.
Sementara itu, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Prof. Akmal Malik, menekankan bahwa otonomi daerah juga mengandung tanggung jawab melindungi masyarakat melalui tata kelola yang sehat, termasuk dalam pengendalian tembakau.
KTR sering disalahpahami hanya sebagai larangan tertulis, padahal ini adalah strategi pengendalian tembakau berbasis bukti. Implementasi KTR terbukti secara ilmiah menurunkan kadar polusi partikel PM2.5 di ruang publik seperti sekolah, rumah sakit, kantor, dan tempat makan.
“Lebih baik mencegah daripada berhenti merokok, karena adiksi rokok sangat kuat,” jelas dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI.
Dalam Rakornas ini, penghargaan diberikan kepada empat provinsi yang telah berhasil menerapkan Perda Kawasan Tanpa Rokok di seluruh kabupaten/kota, yaitu: Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Bali.